oleh : Cahyadi Takariawan
"....Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi".
Begitu BJ Habibie melukiskan kesedihan hatinya karena kematian Ainun,
isteri tercinta. Kematian itu benar-benar memutuskan kebahagiaan dalam
waktu sekejap. Habibi sangat sedih ditinggal Ainun, hatinya kosong
seperti tak memiliki arti lagi.
Pagi tadi (senin 24/12/2012) saya menyaksikan tangis akhuna Abu Muhammad
di depan jenazah isteri dan bayinya yang meninggal dalam kandungan.
Isteri tercinta, ukhti Rabi'atul Adawiyah dipanggil Allah tadi pagi, Senin 24/12 jam 02.00 WITA dini hari, setelah melahirkan anak ke-9 di rumah sakit.
Bersama ikhwah Balikpapan dan masyarakat sekitar yang memenuhi masjid,
kami melaksanakan shalat jenazah. Suasana sangat khusyu, hening dan haru
saat mengurus jenazah ukhti Rabi'ah dan bayinya.
Kami semua menangis penuh keharuan. Air mata saya deras mengucur
membasahi pipi dan baju, mendengar kesaksian suaminya tentang almarhumah
isterinya.
Seorang ummahat yang luar biasa tegar, luar biasa berbakti kepada suami,
luar biasa aktivitasnya dalam dakwah, luar biasa semangat dalam
melaksanakan amanah dari jamaah, dan akhirnya wafat menjadi syahadah.
Hari Kamis beliau masih hadir acara nadwah kaderisasi DPD PKS Kota
Balikpapan, sendiri, tidak diantar suami. Itu kebiasaannya. Tidak ingin
merepotkan suami yang sangat sibuk selaku aktivis dakwah. Dalam kondisi
hamil tua, hari Jumat masih juga berangkat mengikuti In'asy Kaderisasi
se DPW PKS Kaltim di Kota Balikpapan. Namun sore harinya ia merasa ada
gejala hendak melahirkan, maka minta izin untuk periksa ke rumah sakit.
"Umi masih bisa periksa sendiri. Abi ikut acara In'asy saja", katanya. Luar biasa.
Namun ternyata bayinya sudah meninggal dalam kandungan. Beratnya
persalinan bayi kesembilan, pada usia yang sudah tidak muda lagi, 42
tahun, membuat resiko tersendiri. Kandungannya pecah dan mengalami
pendarahan hebat, hingga ukhti Rabi'ah koma, tidak sadarkan diri.
Suami dan tujuh ananda (satu anak sudah menghadap Allah), sangat
mencintai ukhti Rabi'ah, namun Allah telah memilihnya. Memilih ukhti
Rabi'ah sebagai syahid yang kelak akan mendapat surga-Nya. Tadi pagi
dini hari Allah berkenan memanggilnya, setelah ukhti Rabi'ah mengalami
koma beberapa lamanya.
"Dia isteri yang sangat baik, sangat sayang suami dan anak-anak, tidak
ingin merepotkan suami, dan sangat aktif dalam kegiatan dakwah. Saya
sangat bersyukur memiliki isteri dia", ungkap sang suami di sela tangis
keharuan.
Ikhwah Balikpapan pantas berduka. Semua wajah tampak mendung hari ini.
Apalagi bagi para umahat yang satu halaqah dengan beliau. Sangat
bersedih.
Betapa tidak, dalam satu bulan ini Allah telah memanggil dua ummahat
sekaligus dari satu forum halaqah tarbawiyah Kota Balikpapan.
Allah telah memanggil ukhti Dinna Yanvia pada tanggal 13 Desember
lalu di Rumah Sakit, karena mengalami sakit yang baru diketahui saat
itu juga. Ukhti Dinna adalah sekretaris Kelemsos DPW PKS Kaltim. Beliau
seorang aktivis dakwah yang sangat bersemangat melaksanakan aktivitas
dakwah. Ukhti Dinna meninggalkan suami dan empat anak tercinta.
Belum lagi airmata ikhwah Balikpapan mengering, tadi pagi Allah
memanggil ukhti Rabi'atul Adawiyah (42 th), staf Kaderisasi DPD PKS Kota
Balikpapan. Rahimnya pecah setelah melahirkan anak ke sembilan.
Saya menyaksikan tangis yang mengharukan. Akhi Abu Muhammad menangis di
depan almarhumah disaksikan jamaah shalat jenazah yang meluber hingga
keluar masjid.
Seorang anak lelakinya tampak menangis tiada henti di samping jenazah
umminya tercinta. Sementara keenam anak lainnya menangis melepas
kepergian ummi mereka dari dalam rumah duka.
Sungguh kematian adalah sesuatu yang tiba-tiba di mata manusia, kendati
sudah ditetapkan olehNya. Kematian telah memutus kebahagian suami dan
anak-anak yang ditinggalkan, kendati ukhti Rabi'ah tersenyum bahagia
menghadap Kekasih sejatinya, Allah Azza wa Jalla.
Saya bersyukur masih diberi sisa usia, entah masih berapa lama. Saya
melepas jenazah almarhumah yang dibawa ambulance menuju Samarinda.
Tangis saya masih membasahi mata.
Duapuluh mobil ikhwah mengiring almarhumah menuju tempat peristirahatan
terakhir, di Samarinda. Saya menghantar dengan doa, hingga rombongan
mobil tidak tampak dari pandangan mata.
Saya lebih tersadarkan, masih ada sisa usia untuk membahagiakan isteri
dan anak-anak tercinta. Masih ada kesempatan untuk membersamai keluarga
dalam suka dan duka dalam meraih ridha-Nya.
Saya bayangkan, akhuna Abu Muhammad yang sudah tidak memiliki waktu lagi
untuk menemani dan membahagiakan isteri. Kini ia harus berjalan sendiri
menapaki hari-hari, mendidik dan membesarkan buah hati tanpa didampingi
bidadari yang telah memberinya tujuh putra dan putri. ***
(alm) Rabi'atul Adawiyah dan putranya |
*Bandara Sepinggan, 24 Desember 2012, sepulang takziyah.
-----
sumber : pkspiyungan.org
0 komentar:
Posting Komentar