Membahagiakan pasangan kita adalah hal yang sangat penting dalam
menjalankan kehidupan berumah tangga. Di dalamnya akan banyak sekali
keuntungan yang diperoleh jika pasangan kita merasa berbahagia. Betapa
sukses hidup Rasulullah SAW dan para sahabat, karena peran istri-istri
mereka karena merasa menjadi manusia yang dibahagiakan oleh
suami-suaminya.
Adanya ketenteraman dalam kehidupan berumah tangga
merupakan prasyarat bagi lancarnya pencapaian tujuan berumah tangga.
Tiap anggota keluarga memiliki tugas dan cita-cita yang harus dikejar
dalam hidup ini. Suami bertugas sebagai pemimpin sekaligus pencari
nafkah.
Sedangkan istri adalah ratu yang mengatur kondisi rumah
tangga sekaligus madrasah bagi anak-anaknya untuk mengenal dunia dan
segala tata kehidupannya. Anak-anak adalah tunas yang harus tumbuh dan
berkembang hingga dapat menjadi sumber kebahagiaan bagi keluarga dan
masyarakat.
Semua tugas dan cita-cita itu hanya bisa terlaksana
manakala suasana damai dan tenteram selalu hadir dalam rumah. Betapa
sulit mencapai semua tujuan dan cita-cita tersebut manakala suasana yang
hadir di rumah dipenuhi dengan amarah, saling curiga dan tak peduli
satu sama lain apalagi sampai tak bertegur sapa (komunikasi tidak
lancer) hingga berhari-hari lamanya.
Dari banyak kasus, kegagalan
(baca; perceraian) dalam membina rumah tangga seringkali dimulai dari
tercabutnya rasa aman, damai dan komunikasi yang kurang lancer dari
rumah. Dan, peran istri untuk menghadirkan suasana ‘surgawi’ itu tak
dapat diganti oleh orang lain, bahkan seorang khadimat (pembantu)
sekalipun. Manakala istri merasa bahwa sang suami memberinya kebahagiaan
dan keikhlasan, maka tugas mengurus rumah tangga akan mudah dikerjakan.
Kebahagiaan
tidak terletak pada banyaknya harta dan tingginya jabatan seseorang,
tetapi ia berada di dalam hati. Tumpukan materi dan sanjungan yang tiada
henti bukanlah prasyarat seseorang untuk meraih kebahagiaan. Itu
semuanya bermuara pada hati. Seorang suami harus memiliki kelembutan dan
kepekaan rasa. Ia harus tahu kapan hati istrinya ‘luka’ dan kapan
hatinya sedang bahagia.
Wanita pemalu atau pendiam biasanya hanya
menyimpan saja luka di dalam hatinya tanpa mau mengatakan kepada
siapapun, sekalipun kepada suaminya. Tidak ada satu nasihat pun yang
dapat diterima oleh istri manakala kita menyampaikannya dengan kemarahan
atau tak melihat perasaan istri.
Rasulullah SAW pun memberi label
pada laki-laki, bahwa yang paling di antara mereka (para suami) adalah
yang paling baik sikapnya terhadap istrinya. “Dan aku adalah orang yang
paling baik di antara kamu terhadap istri.” Demikian sabda Nabi SAW.
“…Dan
bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS. An Nisa: 19)
Marilah
kita kenali dan perlakukan hati istri kita dengan baik agar mereka
dapat berbahagia, dan agar tujuan dalam membentuk keluarga yang penuh
sakinah, mawaddah dan rahmat dapat tercapai. Sudahkah kita memberikan
suasana damai dan ikhlas terhadap istri kita. Wallahua’lam.
oleh : Cecep Y Pramana
oleh : Cecep Y Pramana
-----
0 komentar:
Posting Komentar