Oleh : M. Anis Matta, Lc
PKS KOTA MAGELANG -- [Inspirasi], “Kalau saja aku adalah Muhammad,“
kata Iqbal, ”aku takkan kembali ke bumi setelah sampai di Sidratul Muntaha.”
Iqbal barangkali mewakili
perasaan kita semua : pesona keteduhan di haribaan Allah, di puncak langit ke
tujuh, di Sidratul Muntaha, terlalu menggoda untuk ditinggalkan, apalagi untuk
sebuah kehidupan penuh darah dan air mata di muka bumi. Dua kehidupan yang
tidak dapat diperbandingkan. Sebab perjalanan ke Sidratul Muntaha itu memang
terjadi setelah sepuluh tahun masa kenabian yang penuh tekanan, disusul
kematian orang- orang tercinta yang menjadi penyangga, Khadijah dan Abu Thalib.
Perjalanan itu perlu untuk menghibur Sang Nabi dengan panorama kebesaran Allah
SWT.
Tapi Sidratul Muntaha bukan
penghentian. Maka Sang Nabi turun kebumi juga akhirnya. Menembus kegelapan hati
kemanusiaan dan meyalakan kembali dengan api cinta. Cintalah yang menggerakkan
langkah kakinya turun ke bumi. Cinta juga yang mengilhami batinnya dengan
kearifan saat ia berdoa setelah anak-anak Thaif melemparinya dengan batu sampai
kakinya berdarah : “Ya Allah, beri petunjuk pada umatku, sesungguhnya mereka
tidak mengetahui. “ Seperti juga cinta menghaluskan jiwanya sebelas tahun
kemudian, saat ia membebaskan penduduk Makkah yang ia taklukkan setelah
pertarungan berdarah-darah selama dua puluh tahun “Pergilah kalian semua,
kalian sudah kumaafkan,” katanya ksatria.
Dengan kekuatan cintalah Sang
Nabi menaklukkan jiwa-jiwa manuasia dan meretas jalan cepat ke dalamnya. Maka
wahyu mengalir bagai air membersihkan kerat- kerat hati yang kotor dan sakit,
kemudian menyatukannya kembali dalam jalinan persaudaraan abadi, lalu
menggerakkannya untuk menyalakan dunia dengan api cinta mereka. Lalu Jazirah
Arab. Lalu Persi. Lalu Romawi. Lalu dunia. Dan Rumi pun bersenandung riang :
Jalan para nabi kita adalah jalan
cinta
Kita adalah anak-anak cinta
Dan cinta adalah ibu kita
Jalan cinta selalu melahirkan
perubahan besar dengan cara yang sangat sederhana. Karena ia menjangkau pangkal
hati secara langsung darimana segala perubahan dalam diri seseorang bermula.
Bahkan ketika ia menggunakan kekerasan, cinta selalu mengubah efeknya, dan
seketika ia berujung haru.
Begitulah sebuah pertanyaan
sederhana mengantar Khalid menuju Islam. Sang Nabi bertanya kepada saudara
laki-laki Khalid yang sudah lebih dulu masuk Islam : ” Kemana Khalid?
Sesungguhnya aku menyaksikan ada akal besar dalam dirinya.” Khalid yang pernah
membantai pasukan panah Sang Nabi dalam perang Uhud seketika tergetar. Padahal
saat itu ia sedang merencanakan serangan kepada Sang Nabi menjelang perjanjian
Hudaibiyah. Ia pun mencapai kepasrahannya. [Abu Taritsa]
0 komentar:
Posting Komentar