Oleh : Ustadz Muhammad Anis Matta, Lc.
PKS KOTA MAGELANG -- [Oase], Seperti pada malam-malam yang gelap,
biasanya masih selalu tersisa satu dua bintang di langit. Begitulah para
pahlawan dalam sejarah peradabannya. Bahkan, ketika sebuah peradaban
mulai mendekati senja, menggelinding dari puncak kejayaannya menuju
keruntuhannya, masih ada satu dua pahlawan yang tersisa di antara
reruntuhan itu.
Para pahlawan yang berdiri tegak di
antara reruntuhan peradabannya, yang menyala terang di tengah kegelapan
sejarahnya, memang tidak akan pernah mampu menghentikan laju keruntuhan
peradabannya, persis seperti sebuah bintang yang tidak akan mampu
menerangi langit seluruhnya. Akan tetapi, mereka adalah saksi-saksi
sejarah, saksi-saksi Tuhan atas manusia; bahwa ketika umat manusia
sedang memasung dirinya sendiri, lantaran dominasi syahwatnya yang
biasanya menjadi sebab keruntuhannya, masih ada yang berusaha
mengingatkan mereka, masih ada yang berusaha mencegah meruntuhan itu.
Ambillah contoh sejarah Islam.
Shalahuddin Al Ayyubi memang berhasil mengusir Kaum Salib dari dunia
Islam pada abad ketujuh hijra. Akan tetapi, ia tidak berhasil mencegah
perjalanan sejarah Dunia Islam menuju keruntuhannya setelah itu. Dalam
perjalanan menuju keruntuhan itu, masih muncul satu dua pahlawan. Ada
Ibnu Hajar Al ’Asqolani pada abad kedelapan hijrah yang menulis 13 jilid
buku, Fathul Baari, untuk menjelaskan Shahih Bukhari yang ditulis 5
abad sebelumnya. Ada Imam Al Syathibi yang menulis kitab Al Muwaafaqaat,
yang oleh Syekh Muhammad Al Ghazali disebut sebagai buku Ushul Fiqhi
terbaik yang terakhir dalam sejarah literatur Islam.
Lebih dari itu, ada Muhammad Al Fatih
Murad yang membebaskan Konstantinopel tahun 1453 M dan memulai babak
baru penyebaran Islam ke kawasan Eropa Timur. Bahkan, ada Daulatul
Murobithin dan Daulatul Muwahhidin di kawasan Afrika Utara pada akhir
milenium pertama hijrah.
Namun, semua itu muncul seperti
sisa-sisa nafas peradaban; kita tidak sedang berbalik naik ke puncak,
kita hanya tersangkut oleh pohon-pohon besar saat kita menggelinding
dari puncak kejayaan, atau tersangkut kayu-kayu besar saat kita terseret
arus dari sebuah banjir besar. Banjir itu tetap melumat semuanya,
walaupun ada satu dua yang selamat.
Para pahlawan itu muncul dan
melaksanakan tugasnya dengan baik. Jumlah mereka jauh lebih sedikit
dibanding jumlah pahlawan pada masa kebangkitan dan kejayaan. Peran
sejarah mereka juga lebih rumit dan spesifik. Bagi peradabannya, mereka
hanya berperan mengurangi laju gelinding bola salju keruntuhan, memberi
bantuan pernafasan untuk peradabannya yang sedang sekarat.
Akan tetapi, keruntuhan itu sendiri
tetap saja niscaya. Itu takdir sejarah yang telah ditetapkan sebagai
hukum kehidupan, “Dan itulah hari-hari yang Kami pergilirkan di antara
manusia.” Ya, hari-hari kemenangan dan kekalahan, hari-hari kejayaan dan
keruntuhan. Di semua hari itu, selalu ada pahlawan. [hasanalbanna.com]
0 komentar:
Posting Komentar