" Bersama PKS )|( , Membangun Magelang, Menuju Indonesia yang Adil dan Sejahtera, dengan : Cinta, Kerja, Harmoni "
Home » » Urgensi Keluarga dan Pentingnya Kepala Keluarga

Urgensi Keluarga dan Pentingnya Kepala Keluarga

Written By PKS KOTA MAGELANG on Rabu, 23 Januari 2013 | 23.1.13

ilustrasi.
PKS KOTA MAGELANG -- Keluarga sebagai sebuah komunitas yang terdiri dari laki-laki dan perempuan merupakan batu bata pertama dan unit sosial yang paling fundamental bagi sebuah masyarakat. Pada sebuah keluarga tercermin  prasyarat  dan  unsur-unsur yang membentuk tatanan sebuah masyarakat. Meski secara kapasitas keluarga terlihat kecil dan terbentuk dari beberapa individu saja, akan tetapi semua individu di dalam keluarga punya keterikatan emosional, sosial dan finansial yang dipadukan oleh adanya hak-hak dan kewajban-kewajiban. Maka tidak akan ajeg sebuah keluarga tanpa ada kepemimpinan yang mengatur urusan-urusan di dalamnya yaitu kepemimpinan seorang suami (qiwamah rijal) yang mengatur segala urusan keluarga berdasarkan  aturan dan hukum syariah seperti di dalam al Quran dan sunnah Rasulullah saw.

Keluarga sebagai komunitas manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan merupakan batu bata pertama dan unit terkecil dan fundamental bagi sebuah tatanan masyarakat.  Meski secara kapasitas keluarga terlihat kecil dan terbentuk dari beberapa individu saja, akan tetapi semua individu itu punya keterikatan emosional, sosial dan finansial yang dipadukan oleh adanya hak-hak dan kewajban-kewajiban, seperti Allah firmankan dalam beberapa ayat al Quran berikut:

“Berikanlah  maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An Nisaa`:4)
  
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.” (QS. At Thalaq : 7)
 
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.”
(QS. Al Baqarah : 233)

“ Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang  ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah : 228)


Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir  radliyallahu'anhu,  bahwa  Nabi  saw bersabda ketika Haji Wada',  “..dan  bagi  para  wanita  mempunyai  hak  dari  kalian  (para suami) untuk mendapat sandang dan pangan dengan cara yang mak'ruf”  [hadits sahih riwayat Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah]. Dan redaksi “ dari laki-laki dan perempuan” dalam pasal ini memerikan  penekanan untuk tidak mebandingkan keduanya dalam pendefinisian  keluarga.
 
Dan tidaklah ajeg sebuah keluarga tanpa adanya kepemimpinan yang mengatur segala urusannya yaitu kepemimpinan seorang laki-laki (suami) yang tunduk pada aturan dan hukum-hukum syariat yang tercantum di dalam al Quran dan sunnah Rasulullah saw. 

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An Nisaa`:34)

Rasulullah saw bersabda, 
“ Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang amir  adalah pemimpin. Seorang kepala rumah tangga  juga adalah pemimpin terhadap anggota keluarganya. Dan seorang ibu rumah tangga adalah pemimpin di rumah suaminya dan terhadap anak-anaknya [13]. 

Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya terhadap apa yang dipimpinnya.  (Hadits shahih riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi). 

Kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan disini tidak boleh diartikan sebagai kepemimpinan yang mutlak dalam segala perkara. Apa yang dijelaskan dalam potongan ayat selanjutnya (masih dalam ayat yang sama) menjelaskan maksud potongan ayat sebelumnya.

”...oleh karena Allah  telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.” (QS. An Nisaa`:34) 


Yang dimaksud  qiwamah  disini adalah kepemimpinan khusus dalam lingkup keluarga dan dalam perkara yang berkaitan antara suami dan isteri, bukan diluar itu. Maka, seorang suami tidak punya hak untuk mengatur isterinya dalam menggunakan harta yang menjadi miliknya pribadi. Seorang suami tidak punya hak untuk membatalkan penggunaan harta semacam itu terhadap isterinya, sebagaimana tidak menjadi syarat bagi isteri untuk mendapatkan izin suami dalam menggunakan harta miliknya pribadi  -sebagaimana akan dijelaskan kemudian-[15]
 
Hal lain yang perlu dipahami, bahwa qiwamah ini lebih bersifat kepemimpinan dan pengarahan bukan keharusan-keharusan dan kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan dan dihormati. Seorang laki-laki di dalam Islam dialah yang memberikan mahar dalam pernikahan, menyiapkan tempat tinggal dan perkakas rumah dan berbagai perabot rumah yang dibutuhkan. Dia pula yang berkewajiban memberikan nafkah bagi isteri dan anak-anaknya, dan tidak boleh baginya memaksa isterinya untuk ikut serta memikul kewajiban-kewajiban semacam ini -meski isterinya orang berada- dan biasanya seorang suami lebih tua secara umur, lebih banyak pengalamannya dalam pergaulan dan hal-hal umum lainnya. Dan untuk setiap perkumpulan atau komunitas mesti ada yang orang yang menjadi pemimpin sesuai dengan aturan yang ditetapkan Allah; tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, dan seorang suami sesuai fitrahnya layak untuk memikul kepemimpinan ini.

Kepemimpinan Syura, Rahmat dan Cinta Kasih
Kepemimpinan ini bukanlah kepemimpinan yang bersifat semena-mena dan otoriter. Namun, kepemimpinan yang penuh kasih sayang, cinta dan perlakuan yang baik. Kepemimpinan yang mengarahkan kepada jalan yang benar dengan cara-cara yang bijak dan nasihat yang baik. Para ulama tafsir ketika mengomentari firman Allah, 

 “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An Nisaa` : 34)  

 Mereka mengatakan, “Ini  menjadi dalil bahwa kewenangan tersebut diberikan dengan cara yang terhormat bukan dengan merampas dan melakukan pemaksaan.” kewenangan yang dibangun diatas prinsip musyawarah dalam urusan suami-isteri, 
 
“  ... sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka. “  (QS. As
Syura: 38)
 

Teks ayat diatas berlaku umum bagi semua perkara dalam kehidupan, dan secara khusus ada beberapa ayat yang memberikan pengarahan khusus agar  musyawarah menjadi tradisi dalam kehidupan berumahtangga : 

“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.” (QS. Al Baqarah : 233) 
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisaa`: 19)

Dua ayat diatas, juga beberapa ayat lainnya menegaskan bahwa kehidupan rumah tangga hendaknya berdiri diatas landasan kasih sayang dan cinta. Dari sini kita punya gambaran tentang apa yang dimaksud qawamah (kepemimpinan) dan apa batasan-batasannya, danbahwa qawamah itu adalah suatu kemestian bagi komunitas manusia manapun. Bukan karena perempuan lebih  rendah derajatnya dari laki-laki, atau karena status kemanusiaan dan hak-hak asasinya tidak sempurna.

Kedua belah Pihak Hendaknya Memahami dan Mempraktekkan Makna Qiwamah
Dengan pemahaman ini maka kelangsungan dan ketentraman hidup suami-isteri dalam merelisasikan tujuan-tujuannya dan memelihara kemaslahatan sang isteri tergantung pada keyakinan sang isteri bahwa qiwamah ada ditangan sang suami sesuai dengan syariat dan fitrah, dan hal tersebut disyariatkan demi kemaslahatan dan ketentraman keluarga. Disisi lain,sang suami hendaklah memahami maksud dan asas pensyariatan qiwamah ini, agar kemudian tidak salah kaprah dalam praktek dan penggunaannya. 

Jika suami-isteri telah  mengetahui dan menguasai permasalahan ini dan komitmen untuk merealisasikannya niscaya akan sangat mudah dalam melalui berbagai hal dalam berumahtangga. Dan tidaklah berdosa pertentangan atau perbedaan pendapat terhadap solusiyang diambil oleh suami untuk diterima isteri karena telah sesuai dengan perintah syariat agar isteri selalu mentaati suaminya selama tidak bermaksiat kepada Allah. Wallahu'alam.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Template Created : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2012. PKS KOTA MAGELANG - All Rights Reserved
ReDesign by PKS KOTA MAGELANG
Powered by Blogger