Oleh : Cahyadi Takariawan, S.Si.
PKS KOTA MAGELANG -- Masyaallah, bencana terus datang bertubi di negeri ini. Satu bencana
belum usai, telah datang bencana berikutnya lagi. Seakan tidak ada lagi
tempat yang aman untuk dihuni. Mungkin ini pertanda telah semakin tuanya
usia bumi. Atau memang manusia telah kehilangan nurani. Tidak pernah
belajar dari kesalahan yang terus menerus terjadi. Alam menjadi tidak
ramah kepada siapapun yang menghuni.
Masyaallah, apakah para pemimpin kita terlalu asyik bermimpi? Hanya
suka berebut kekuasaan tanpa kesediaan untuk melindungi dan mengayomi.
Memainkan aneka trik politik tanpa tanggung jawab dan sekedar menjaga
citra diri. Tidak memikirkan nasib rakyat yang terus menerus terzhalimi.
Banjir datang setiap saat tanpa bisa terbendung dan terpaksa dinikmati.
Media telah meliput kecemasan setiap hari. Ribuan warga masyarakat
tinggal di barak-barak pengungsi. Menunggu datangnya relawan membawa
bungkusan nasi. Telinga mereka akrab dengan tangisan anak-anak dan bayi.
Masyaallah, apa yang harus kita lakukan jika sudah terlanjur
mengalami kejadian seperti ini? Menangis sudah tidak keluar air mata
lagi. Meratap sudah tidak berguna, marahpun tidak ada yang peduli. Ayo
semua bangkit berdiri. Gandeng tangan semua anak negeri. Jangan
mempersoalkan bendera, partai politik, atau organisasi. Semua harus
terlibat dengan memberikan kontribusi. Sudah tiba saatnya semua bersedia
melakukan evaluasi. Agar korban tidak bertambah dan banjir bisa segera
berhenti.
Masyaallah, mari terus bekerja dan tidak putus asa dalam membangun
negeri. Masih sangat banyak harapan menanti. Paling tidak, ada berbagai
langkah yang bisa kita lakukan untuk menghadapi berbagai carut marut
situasi.
Pertama, melakukan evaluasi total atas pengelolaan negeri ini.
Masih sangat banyak kekurangan, kelemahan, bahkan kesalahan dalam
mengurus negeri ini. Semua pihak harus bersedia membuka diri untuk
evaluasi. Bukan untuk saling membenci, namun untuk mencari formula yang
lebih teruji. Semua pihak, sejak anggota masyarakat apalagi para pejabat
eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak terkecuali. Bersama-sama
mencermati berbagai program, kegiatan, bahkan dimulai dari visi dan
misi. Evaluasi total semua yang belum beres dalam proses membangun
bangsa dan negeri.
Bangsa kita memiliki sangat banyak potensi. Jangan dibiarkan rakyat
tertindas dan sengsara di negeri sendiri. Sampai banyak yang terpaksa
bekerja ke manca negara sebagai TKI yang tidak terlindungi. Karena di
negeri sendiri mereka tidak dihargai. Pasti ada banyak yang salah dalam
mengelola negeri ini. Ayo semua melakukan evaluasi.
Kedua, mengobarkan semangat peduli dan berkontribusi.
Nyatanya banjir sudah terjadi dan tidak berhenti berhari-hari. Tidak
perlu tangis dan ratapan yang menyayat hati. Saatnya kita kobarkan
semangat peduli dan berkontribusi. Mari berikan bantuan untuk
meringankan beban korban banjir, dengan apapun yang kita miliki. Tenaga,
pikiran, waktu, dana, fasilitas dan semua yang masih dapat berfungsi.
Tidak boleh egois dan hanya memikirkan diri sendiri. Bukankah kita
diperintahkan Tuhan untuk memiliki sikap murah hati?
Nyatanya, banjir telah melumpuhkan berbagai kegiatan ekonomi. Para
korban menjadi tidak bisa berproduksi. Mereka harus kita bantu dengan
semangat sepenuh hati. Inilah bentuk kesetiakawanan sebagai sesama anak
negeri.
Ketiga, tidak saling menyalahkan dan mencaci maki.
Sudahlah, jangan saling menyalahkan apalagi saling mencaci maki.
Tidak ada gunanya dalam menghadapi bencana besar justru saling
berkelahi. Biarkan saja semua pihak memberikan bantuan dengan cara yang
sesuai dengan corak setiap organisasi atau instansi. Jangan menyalahkan
pihak-pihak yang sudah datang dan menyerahkan bantuan langsung ke
lokasi. Walaupun mereka membawa bendera partai atau ormas atau LSM
sebagai ciri dan informasi. Ingatkan saja mereka yang tidak peduli dan
hanya bisa mencaci.
Semua komponen bangsa harus saling bahu membahu untuk meringankan
beban para pengungsi. Tidak ada gunanya merasa paling benar sendiri.
Bukan berarti yang datang tanpa bendera itu lebih murni. Masalah ikhlas,
adanya di hati. Jangan kita ikut menghakimi.
Keempat, semua pihak segera mencari solusi.
Banjir sudah rutin datang di DKI. Setiap pemilihan Gubernur, tema
mengatasi banjir selalu menjadi komoditi. Kampanye mereka sangat
berapi-api. Ada yang mengaku, kalau cuma banjir sayalah sang ahli.
Nyatanya banjir tidak pernah berhenti. Untuk itu, semua pihak harus
berpikir menemukan solusi. Banjir harus bisa diatasi. Jakarta adalah
ibukota dan lambang kebanggaan negeri ini. Di Istana Negara, banjirpun
datang menghampiri. Bukankah ini sudah memasuki simbol supremasi?
Katanya Indonesia sangat banyak pakar, doktor dan profesor yang
sangat mumpuni. Apa iya mereka tidak berkutik membiarkan banjir selalu
terjadi? Ayo segera temukan solusi. Jangan biarkan waktu-waktu mendatang
banjir datang mengepung negeri. Nyatakan dengan semangat, ini adalah
banjir besar terakhir yang boleh terjadi. Selanjutnya, kita wajib
menemukan metode mengatasi banjir yang sudah rutin kita hadapi.
Kelima, panjatkan do’a kepada Ilahi Rabbi.
Bukankah kita warga yang beriman dan percaya kepada kekuatan ruhani?
Jangan hanya menganggap banjir sebagai peristiwa alami. Bencana adalah
peringatan dari Tuhan Yang Maha Mengasihi. Agar manusia Indonesia mau
bangkit berdiri, menjadi bangsa besar, dan tidak dikasihani. Panjatkan
doa agar banjir segera berhenti. Agar banjir tidak menelan korban jiwa
dan menambah banyaknya pengungsi. Nabi Saw telah mengajarkan lantunan
doa suci.
Waktu itu seorang sahabat datang kepada Sang Nabi. Bertanya serius di
hadapan mimbar sambil berdiri. “Ya Rasulullah, banyak ternak mati dan
terputus pula jalan kami. Berdoalah kepada Allah agar Dia menahan hujan
ini.” Kemudian Nabi mengangkat kedua tangannya, dan melantunkan doa
puji.
Allahumma hawwaalaina walaa ‘alaina, allahumma ‘alal akaami wal
jibaali wazhi-zhiraabi wa buthuunil audiyati wa manaabitisy-syajari.
“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami dan tidak di atas kami.
Ya Allah turunkan hujan di bukit-bukit, pegunungan, dataran tinggi,
perut lembah, dan tempat tumbuhnya pepohonan,” demikian doa Nabi.
Sahabat Anas bin Malik mengabadikan kisah ini. “Tiba-tiba hujan
langsung berhenti. Kami keluar masjid di bawah terik matahari”.
Haditsnya shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Imam Muslim juga
meriwayatkan hadits ini.
Jika merasa doa tersebut terlalu panjang, anda bisa membaca bagian depan doa sang Nabi. “Allahumma hawwaalaina walaa ‘alaina”,
cukup bagian ini dibaca berulang kali. Niscaya hujan dan banjir akan
berhenti mengepung negeri. “Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami
dan tidak di atas kami.”
Aamiin, ya Allah kabulkan doa kami. [cahyadi-takariawan.web.id]
0 komentar:
Posting Komentar