PENJELASAN DPP PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
TENTANG
PELANGGARAN DISIPLIN PARTAI
YANG DILAKUKAN OLEH SAUDARA FAHRI HAMZAH
TENTANG
PELANGGARAN DISIPLIN PARTAI
YANG DILAKUKAN OLEH SAUDARA FAHRI HAMZAH
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Untuk menghindari kesimpangsiuran informasi dan meluruskan duduk
persoalan yang terkait dengan Saudara Fahri Hamzah yang telah beredar di
publik, DPP PKS memandang perlu diterbitkannya Penjelasan Kronologis
Permasalahan tersebut.
Penjelasan ini diharapkan memberikan gambaran dan pemahaman yang
lebih utuh dan proporsional baik secara substansi permasalahan maupun proses
penanganannya. Semoga Allah Swt memberikan keteguhan dan kemantapan hati kita
untuk saling menasehati dalam kesabaran dan kebenaran serta mengokohkan tali
ukhuwah di antara kita.
Berikut ini adalah penjelasan kronologis permasalahan Saudara
Fahri Hamzah:
A. ARAH BARU, KONSOLIDASI, DAN OPTIMALISASI POTENSI
1. Sebagaimana lazimnya kepemimpinan baru, hal pertama yang
dilakukan Pimpinan PKS periode 2015-2020, yang dimulai sejak tanggal 10 Agustus
2015, adalah melakukan konsolidasi internal melalui penyamaan arah, visi,
strategi, dan pola pengelolaan partai ke depan. Konsolidasi ini dimaksudkan
agar seluruh potensi partai yang sangat beragam (kader, struktur, pejabat
publik, dan sebagainya) dapat disinergikan guna mencapai tujuan partai secara
optimal.
2. Di antara potensi-potensi partai tersebut, Fraksi PKS DPR RI
memiliki posisi penting karena berperan sebagai etalase partai yang menjadi
cerminan wajah dan kebijakan-kebijakan partai di ranah publik. Apalagi PKS saat
ini tidak menjadi bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi-JK sehingga
keberadaan kader-kader PKS di DPR RI memiliki peran sentral sebagai
anggota/kader PKS di ranah publik. Oleh karena itu pimpinan PKS memberikan
perhatian khusus kepada Fraksi PKS, sehingga dalam bulan pertama masa tugasnya
Pimpinan PKS melakukan briefing kepada Ketua Fraksi PKS (Jazuli Juwaini) dan
Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKS (Fahri Hamzah, selanjutnya FH). Keduanya
dilakukan pada waktu yang berbeda.
3. Briefing kepada saudara FH dilakukan pada tanggal 1 September
2015 di kantor Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) PKS. Dalam pertemuan yang
dimulai sekitar jam 15.30 tersebut hadir 3 (tiga) anggota DPTP yaitu Ketua Majelis
Syuro (KMS), Wakil Ketua Majelis Syuro (WKMS), dan Presiden PKS serta FH.
4. Dalam pertemuan tersebut, KMS menyampaikan arahan kepada FH
yang secara substansi adalah bahwa sebagai partai kader dan partai dakwah, kita
ingin benar-benar tampil sesuai karakteristik partai kader dan partai dakwah
dengan kedisiplinan dan kesantunannya. Untuk itu KMS meminta agar FH
menyesuaikan diri dengan arah kebijakan tersebut, dan senantiasa melakukan
syuro serta mengindahkan arahan Partai, terutama dalam menyampaikan pendapat ke
publik sehingga tidak menimbulkan kontroversi dan citra negatif bagi Partai.
Apalagi posisi FH sebagai Wakil Ketua DPR RI akan selalu menjadi perhatian
publik dan diasosiasikan oleh sebagian pihak sebagai sikap dan kebijakan PKS.
5. Beberapa pernyataan FH yang kontroversial, kontraproduktif dan
tidak sejalan dengan arahan Partai saat itu antara lain; (1) Menyebut
‘rada-rada bloon’ untuk para anggota DPR RI. Pernyataan ini diadukan oleh
sebagian anggota DPR RI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan dikemudian hari
FH diputus oleh MKD melakukan pelanggaran kode etik ringan.; (2)
Mengatasnamakan DPR RI telah sepakat untuk membubarkan KPK; (3) Pasang badan
untuk 7 (tujuh) proyek DPR RI yang mana hal tersebut bukan merupakan arahan
Pimpinan Partai.
6. Selanjutnya, WKMS juga menyampaikan penegasan tentang apa yang
disampaikan KMS. Terutama terkait dengan karakteristik mayoritas masyarakat
Indonesia yang menjunjung kepatutan, kesantunan, dan kesopanan yang penting
diperhatikan oleh pejabat publik, apalagi yang berasal dari Partai Islam. Bila
dikaitkan dengan dakwah, tentu memahami karakteristik mayoritas masyarakat
Indonesia merupakan kunci penting keberhasilan dalam berkomunikasi kepada
publik.
7. Presiden PKS juga menyampaikan pendapatnya, yang pada intinya
bahwa FH sebagai pimpinan DPR RI daripada mengangkat gagasan 7 proyek DPR RI
yang berbiaya mahal lebih baik melakukan terobosan-terobosan substantif berupa
transformasi struktural (di bidang politik, ekonomi, sosial, dan bidang-bidang
lainnya) melalui perbaikan dan pengusulan beragam Rancangan Undang-Undang (RUU)
di DPR RI. Ini juga sekaligus akan mengangkat reputasi DPR RI dan secara khusus
Koalisi Merah Putih (KMP), sebab posisi KMP di DPR RI adalah mayoritas.
8. FH mencatat dan menerima nasehat dan masukan-masukan pada
pertemuan tersebut dan ada kesiapan melakukan adaptasi dengan arahan-arahan
tersebut. KMS, WKMS, dan Presiden PKS pun gembira dengan respon FH dan optimis
FH dapat menjalankan tugasnya sebagai anggota/kader PKS dalam posisinya sebagai
Wakil Ketua DPR RI sesuai arahan, visi dan misi Partai di atas.
9. Seiring berjalannya waktu, sosialisasi dan supervisi
arahan-arahan Pimpinan Partai terhadap seluruh struktur dan anggota partai
termasuk yang mengemban amanah jabatan publik (bukan hanya terhadap FH saja)
terus dilakukan dalam rangka konsolidasi. Berselang 7 (tujuh) pekan dari 1
September 2015 semenjak FH mendapat arahan langsung dari Pimpinan Partai dan
yang bersangkutan telah menyatakan kesediaan melaksanakannya, Pimpinan Partai
menilai bahwa pola komunikasi politik FH tetap tidak berubah. Sikap kontroversi
dan kontraproduktif kembali berulang, bahkan timbul kesan adanya saling silang
pendapat antara FH selaku pimpinan DPR RI dari PKS dengan pimpinan PKS lainnya.
Beberapa pendapat kontroversial dan kontraproduktif FH yang mengemuka saat itu
di publik adalah (1) Kenaikan tunjangan gaji pimpinan dan anggota DPR RI
dinilai oleh FH masih kurang, padahal Fraksi PKS DPR RI secara resmi menolak
kebijakan kenaikan tunjangan pejabat negara, termasuk pimpinan dan anggota DPR
RI; (2) Terkait Revisi UU KPK, FH menyebut pihak-pihak yang menolak revisi UU
KPK sebagai pihak yang sok pahlawan dan ingin menutupi boroknya, padahal di
saat yang sama WKMS dan Presiden PKS telah secara tegas menolak revisi UU KPK.
Silang pendapat yang terbuka antara FH dengan Pimpinan Partai ini tentunya
mengundang banyak pertanyaan di publik dan juga dari internal kader PKS.
10. Akhirnya pada tanggal 23 Oktober 2015 di Ruang Kerja DPTP PKS,
KMS memanggil FH untuk menyampaikan penilaian Pimpinan Partai dan kebijakan
partai selanjutnya untuk FH. KMS menyatakan bahwa sikap FH tidak sesuai dengan
arahan Partai dan tidak sesuai dengan komitmen yang telah disampaikannya kepada
Pimpinan Partai pada pertemuan tanggal 1 September 2015. Untuk itu demi
kemaslahatan Partai ke depan dan kebaikan FH, Pimpinan Partai memandang
penugasan FH di posisi Wakil Ketua DPR RI perlu ditinjau. Walau demikian, KMS
tetap memandang FH sebagai anggota/kader potensial PKS yang harus dioptimalkan
perannya, sehingga FH akan ditugaskan pada posisi lain di DPR RI (salah satu
pimpinan dari Alat Kelengkapan Dewan DPR RI).
11. Sesuai dengan UU No.17 Tahun 2014 jo UU No.42 Tahun 2014,
proses rotasi jabatan sebagai Wakil Ketua DPR RI dapat dilakukan dengan cara
diberhentikan oleh Partai atau FH mengundurkan diri. Atas pertimbangan
kemaslahatan bersama, maka KMS meminta FH mengajukan pengunduran diri dari
jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI. Atas permintaan KMS tersebut, FH
menyatakan mengerti akan keputusan tersebut dan siap melaksanakannya. FH juga
menyatakan akan menyiapkan sendiri alasan-alasan pengunduran dirinya dalam
surat ke DPR RI. FH juga siap mensosialisasikan rencana pengunduran dirinya
kepada kolega sesama pimpinan DPR RI, kepada Presidium Koalisi Merah Putih
(KMP), dan kepada keluarganya. Hanya saja FH meminta waktu untuk menuntaskan
beberapa hal (di antaranya rencana kunjungan pimpinan DPR RI ke luar daerah)
sehingga FH menjanjikan akan mengundurkan diri pada pertengahan Desember 2015.
KMS menyetujui permintaan FH tersebut dan disepakati bahwa pengunduran diri FH
akan dilakukan pada pertengahan Desember 2015 sebelum masuk masa reses DPR RI
sehingga saat masuk masa sidang berikutnya posisi FH sudah tidak lagi menjabat
sebagai Wakil Ketua DPR RI.
12. Atas respon positif FH dalam pertemuan tanggal 23 Oktober 2015
di atas, KMS menyambut baik dan memuji sikap FH sebagai kader partai yang loyal
dan taat kepada Pimpinan dan Aturan Partai, bahkan KMS beberapa kali
mengungkapkan hal tersebut kepada anggota-anggota DPTP PKS.
13. Setelah tanggal 23 Oktober 2015, ternyata pola komunikasi
publik FH tidak berubah. Bahkan dalam kasus Ketua DPR RI yang diadukan oleh
Menteri ESDM kepada MKD terkait pelanggaran etika (Kasus Freeport), FH
menunjukkan sikap yang tidak proporsional dan kontraproduktif bagi Partai.
Bahkan FH juga melontarkan pendapat-pendapatnya ke publik menyangkut materi
persidangan MKD sehingga terkesan mengintervensi proses persidangan di MKD DPR
RI. Hal ini semakin menunjukkan FH tidak melaksanakan komitmennya sebagaimana
yang telah disampaikan kepada Pimpinan Partai sejak tanggal 1 September 2015.
14. Pada tanggal 1 Desember 2015, KMS memanggil FH untuk datang ke
kantor DPTP PKS. Pada saat itu, KMS menanyakan perkembangan proses pengunduran
diri FH dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI sebagaimana yang telah
dijanjikan sebelumnya oleh FH sendiri. Di luar dugaan, FH menyatakan bahwa dia
berfikir ulang untuk mundur, karena menurut pendapatnnya apabila FH
mengundurkan diri dari jabatannya itu akan berakibat terjadinya kocok ulang
pimpinan DPR RI, sehingga menurut FH PKS akan kehilangan kursi pimpinan DPR RI.
Meskipun sebenarnya sebelum pertemuan tersebut KMS telah mempelajari bahwa hal
itu tidak akan berakibat kocok ulang dan kalaupun hal tersebut terjadi maka risiko
menjadi tanggungjawab Pimpinan Partai. Kemudian KMS mempersilahkan FH untuk
mendiskusikan pendapatnya dengan Tubagus Soenmandjaja (TS) karena TS mantan
anggota Pansus RUU MD3 tersebut dari unsur FPKS DPR RI.
15. Pada tanggal 11 Desember 2015 dilakukan pertemuan antara KMS,
FH dan TS di kantor DPTP PKS. Dalam pertemuan tersebut FH tidak dapat membantah
penjelasan TS bahwa kekuatirannya soal kocok ulang pimpinan DPR tidaklah
berdasar dan tidak ada preseden sebelumnya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku bahwa apabila ada Pimpinan DPR RI yang mengundurkan diri, maka
akan digantikan oleh anggota dari Fraksi yang bersangkutan. Atas logika dan
fakta yuridis itu, dalam kesempatan tersebut FH kembali menyatakan kesiapannya
melaksanakan tugas Partai tersebut di atas dan bahkan menegaskan bahwa dirinya
memilih ingin tetap berada dalam Partai meskipun ditempatkan pada posisi
apapun.
16. Atas dasar komitmen FH tersebut di atas, tanggal 12 Desember
2015 KMS menugaskan TS untuk menyusun rancangan surat pengunduran diri FH dari
jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI sebagaimana yang telah dijanjikan dan
dikomitmenkan oleh FH. Setelah rancangan surat tersebut disetujui KMS maka TS
ditugaskan untuk menyampaikannya kepada FH. Penugasan TS untuk menemui FH
tersebut diberitahukan KMS kepada FH melalui pesan singkat WA yang dijawab oleh
FH dengan: “Baik, Syaikh.”
17. Pada tanggal 13 Desember 2015 terlaksana pertemuan TS dan FH
di Gedung Nusantara V Lantai 2 Kamar 209 (Sekretariat Fraksi PKS MPR RI).
Sesuai dengan amanah KMS tersebut, TS menyampaikan naskah surat pengunduran
diri termaksud secara langsung kepada FH. Pada saat TS meminta agar FH
menandatangani surat pengunduran dirinya itu, FH secara halus menolak dengan
alasan: (a) meminta izin untuk mempelajari surat pengunduran diri tersebut
seraya meminta waktu untuk mempelajarinya, (b) akan menghadap langsung kepada
KMS untuk menindaklanjuti surat tersebut. Atas permintaan FH itu, TS menerima
dan melaporkannya melaui WA kepada KMS.
18. Setelah mendapat laporan dari TS terkait hasil pertemuan di
atas, KMS lalu mengirim pesan kepada FH yang isinya memberi kesempatan kepada
FH untuk mempelajari surat tersebut dan meminta untuk bertemu esok harinya,
pada hari Senin, 14 Desember 2015.
19. Pada tanggal 14 Desember 2015 pukul 01.00 WIB FH mengirim
pesan kepada KMS yang isinya: (a) belum membaca isi dokumen tetapi sudah
mendiskusikan dengan TS, (b) hatinya belum mantap untuk melaksanakan tugas
tersebut, (c) akan bicara pada LAWYER (huruf besar dari FH) dan guru besar Tata
Negara, (d) alasan lainnya terkait kegiatan DPR.
20. KMS kemudian membalas pesan tersebut yang isinya memberi waktu
kepada FH untuk konsultasi kepada siapa saja dan ditunggu sampai esok harinya
tanggal 15 Desember 2015 pukul 09.00 WIB. Tetapi hari itu FH tidak bisa datang
dengan alasan kegiatan di DPR RI. Kemudian KMS memberi waktu lagi sampai
keesokan harinya.
21. Pada tanggal 16 Desember 2015, sekitar pukul 08.00 WIB
akhirnya FH datang menemui KMS di kantor DPTP PKS. KMS kembali menanyakan
tentang kesiapan FH untuk melaksanakan komitmen/janjinya. FH kembali menegaskan
ketidaksediaannya menunaikan apa yang telah dikomitmenkan/dijanjikan sebelumnya
kepada KMS dengan berbagai alasan, diantaranya mengaitkan dengan Hukum Tata
Negara, agenda DPR RI dan lainnya. KMS mengingatkan bahwa pertemuan tersebut
adalah kesempatan terakhir bagi FH, oleh karena itu jika FH tidak bersedia
berarti menolak penugasan, dan selanjutnya persoalan tersebut akan diproses
menurut AD/ART PKS. KMS mengingatkan hal tersebut hingga dua kali dan FH
mengatakan dia paham AD/ART PKS dan siap menjalani proses tersebut.
22. Karena FH menyatakan paham AD/ART PKS dan siap menjalani
proses sesuai AD/ART PKS sebagaimana disebutkan di atas, berarti FH memahami
kewajiban Anggota Partai sebagaimana diatur dalam AD/ART PKS dan Peraturan
Partai lainnya antara lain:
(1) AD PKS Bab XVIII terkait Penghargaan dan Sanksi Pasal 26 ayat
(3) yang menyebutkan: “Partai menjatuhkan sanksi berupa sanksi administratif,
pembebanan, pemberhentian sementara, penurunan jenjang keanggotaan dan
pemberhentian dari kepengurusan dan/atau keanggotaan atas perbuatan anggota
yang melanggar aturan syariat dan/atau aturan organisasi, menodai citra partai
atau perbuatan lain yang bertentangan dengan AD/ART dan/atau
Peraturan-Peraturan Partai lainnya.”
(2) Pedoman Partai No.01 Tahun 2015 tentang Pemberian Penghargaan
dan Penjatuhan Sanksi Bab V terkait Obyek Hisbah pada Bagian Kedua Kategorisasi
Pelanggaran Pasal 11 ayat (2) huruf a, b,e, g dan m yang berbunyi:
“Pelanggaran kategori 3 (tiga) merupakan perbuatan yang melanggar
keputusan syuro, tsawabit, Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga
Partai, termasuk tetapi tidak terbatas seperti: (a) melanggar sumpah atau janji
setia anggota partai; (b) melanggar peraturan dan keputusan Partai; (e) tanpa
alasan sah tidak melaksanakan hasil musyawarah Partai, tidak mematuhi keputusan
Pimpinan yang harus ditaati, tidak mematuhi kebijakan-kebijakan dan/atau
sikap-sikap Partai; (g) mengutamakan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau
pihak lain di atas kepentingan Partai;”
23. Tanggal 16 Desember 2015 pukul 13.00 WIB, rapat DPTP membahas
sikap FH dan memutuskan melimpahkan persoalan FH ke DPP PKS cq Badan Penegak
Disiplin Organisasi (BPDO) DPP PKS sesuai AD/ART PKS. Persoalan yang
dilimpahkan adalah terkait ketidakdisiplinan anggota terhadap AD/ART dan
peraturan Partai lainnya serta ketidaktaatan kepada arahan Pimpinan Partai dan
mengingkari secara berulang komitmennya yang telah disampaikan kepada KMS.
B. PROSES PENANGANAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP ATURAN DAN
DISIPLIN ORGANISASI PKS
1. DPP PKS menindaklanjuti pelimpahan DPTP PKS dengan menugaskan
Bidang Kaderisasi DPP PKS untuk bertindak sebagai Pengadu ke BPDO DPP PKS,
sebab Bidang Kaderisasi DPP PKS adalah bidang yang terkait dengan pengkaderan
dan penanaman nilai-nilai kedisiplinan serta ketaatan kader terhadap
aturan-aturan Partai. Selanjutnya Bidang Kaderisasi DPP PKS pada tanggal 26
Desember 2015 mengadukan persoalan ketidakdisiplinan dan ketidaktaatan FH
tersebut sesuai aturan Partai kepada BPDO sebagai Badan yang oleh AD/ART PKS
diberikan kewenangan untuk menegakkan kedisiplinan dan ketaatan anggota Partai.
2. Setelah BPDO melakukan verifikasi atas bukti-bukti pengaduan
dan dinyatakan lengkap, selanjutnya BPDO pada tanggal 28 Desember 2015
mengadakan rapat yang menghasilkan keputusan antara lain melakukan pemanggilan
FH sebagai Teradu, dengan agenda permintaan keterangan yang akan dilaksanakan
pada tanggal 4 Januari 2016.
3. Pada tanggal 2 Januari 2016 FH mengirimkan surat kepada BPDO
yang menyatakan bahwa FH tidak bisa hadir pada tanggal 4 Januari 2016 karena
sedang di luar negeri. Selanjutnya surat tersebut dibahas dalam rapat BPDO pada
tanggal 4 Januari 2016. BPDO memahami alasan di atas dan memutuskan untuk
memanggil ulang FH guna dimintai keterangan pada tanggal 11 Januari 2016.
4. Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 19.30 WIB, FH datang ke
kantor DPP PKS memenuhi pemanggilan BPDO. Pada pemanggilan tersebut, BPDO
mengajukan 28 pertanyaan yang dijawab secara tertulis oleh FH. Keterangan itu
kemudian dibuatkan berita acaranya dan ditandatangani oleh FH dan BPDO.
5. Tetapi sebelum kedatangannya, FH sudah membuat pernyataan yang
diliput media massa bahwa KMS PKS meminta dirinya mengundurkan diri dari
jabatan pimpinan DPR RI dan FH mengklaim bahwa itu adalah permintaan pribadi
KMS sehingga FH memberi tanggapan secara pribadi juga. Padahal permintaan
pengunduran diri oleh KMS terjadi akibat FH mengingkari komitmen untuk
melaksanakan arahan dan kebijakan Partai sebagaimana yang telah disampaikan
oleh FH kepada Pimpinan Partai pada tanggal 1 September 2015. Bahkan pada
tanggal 23 Oktober 2015 FH berkomitmen di depan KMS untuk mengundurkan diri
dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI pada pertengahan bulan Desember
2015. Pada tanggal 9 Desember 2015, FH juga menyatakan kembali komitmennya
untuk mengundurkan diri di hadapan KMS dan disaksikan oleh TS. Dan semua
peristiwa tersebut terjadi di ruang kerja KMS di kantor DPTP PKS bukan di rumah
pribadi KMS, sehingga itu tidak benar jika dianggap sebagai permintaan pribadi
KMS.
6. Pada rapat BPDO tanggal 13 Januari 2016, BPDO sesuai dengan
kewenangannya (Pedoman Partai No.2 Tahun 2015) memutuskan: (1) setelah
mempelajari dan menganalisis hasil pemeriksaan keterangan FH dan sikap
bersangkutan selama proses pemeriksaan di BPDO maka status perkara FH
ditingkatkan ke persidangan Majelis Qadha; (2) membentuk Majelis Qadha yang
melaksanakan fungsi sebagai qadhi’ atau hakim yang berjumlah 3 orang guna
menangani persidangan FH; (3) menetapkan jadwal persidangan pertama Majelis
Qadha pada tanggal 19 Januari 2016.
7. Selain itu dalam rapat tersebut, BPDO juga mengundang saksi
ahli saudara Untung Wahono selaku mantan Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP)
PKS untuk dimintai pendapatnya sesuai dengan keahliannya dan TS sebagai saksi.
Kemudian setelah rapat, BPDO mengirimkan surat panggilan persidangan kepada FH
untuk hadir dalam persidangan pertama tanggal 19 Januari 2016.
8. Pada tanggal 14 Januari 2016 FH mengirimkan surat yang
menyatakan: (1) sedang menghadiri acara PUIC OIC di Baghdad Iraq, sehingga
tidak dapat menghadiri persidangan Majelis Qadha tanggal 19 Januari 2016 dan
mengajukan penjadwalan ulang setelah tanggal 27 Januari 2016; (2) meminta 4
orang saksi untuk dihadirkan dalam persidangan Majelis Qadha yakni Iskan Qolba
Lubis, Jazuli Juwaini, Fadli Zon dan Irman Putra Sidin.
9. Sidang Majelis Qadha tetap diselenggarakan tanggal 19 Januari
2016. Di antara keputusan Majelis Qadha adalah: (1) tetap menggelar persidangan
meskipun tanpa kehadiran FH selaku Teradu; (2) menerima surat Teradu untuk
pengajuan penjadwalan ulang persidangan dan memanggil kembali Teradu untuk
persidangan pada tanggal 28 Januari 2016; (3) sesuai dengan kewenangannya,
Majelis Qadha menerima sebagian usulan Teradu yang mengajukan saksi yaitu Iskan
Qolba Lubis dan Jazuli Juwaini dan menolak yang lainnya.
10. Pada tanggal 28 Januari 2016 persidangan kedua Majelis Qadha
atas perkara FH selaku Teradu dilaksanakan di DPP PKS dengan dihadiri oleh
Teradu. Dalam persidangan tersebut, dibacakan laporan hasil investigasi dan
tuntutan terhadap Teradu atas dugaan pelanggaran disiplin organisasi Partai. Bahwa
seluruh tindakan dan pernyataan Teradu tersebut diduga:
a) Melanggar disiplin organisasi Partai;
b) Melanggar AD PKS Pasal 11 ayat (1) huruf d: “ Anggota
diberhentikan keanggotaannya apabila melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga serta Peraturan Partai lainnya”
c) Melanggar ART PKS Pasal 6 Ayat (1), (3) dan (6):
(1) Setiap anggota wajib mengikrarkan janji sebagai berikut: “Saya
berjanji untuk senantiasa berpegang teguh kepada AD/ART dan Peraturan Partai
Keadilan Sejahtera serta setia kepada Pimpinan Partai”
(2) Setiap anggota wajib taat dan berpegang teguh kepada AD/ART
dan Peraturan Partai Keadilan Sejahtera
(6) Setiap anggota wajib menjalankan tugas yang diamanatkan oleh
Partai.
d) Melanggar Pedoman Partai No.01 Tahun 2015 Pasal 11 Ayat (2)
huruf a, b, e, dan m.
Ayat (2) : “Pelanggaran kategori 3 (tiga) merupakan perbuatan yang
melanggar keputusan syuro, tsawabit, Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah
Tangga Partai, termasuk tetapi tidak terbatas seperti:
a. Melanggar sumpah atau janji setia anggota partai;
b. Melanggar peraturan dan keputusan Partai;
e. Tanpa alasan sah tidak melaksanakan hasil musyawarah Partai,
tidak mematuhi keputusan Pimpinan yang harus ditaati, tidak mematuhi
kebijakan-kebijakan dan/atau sikap-sikap Partai;
m. Menyebarkan berita yang menyebabkan rusaknya ukhuwah dan
persatuan jamaah.
Dalam persidangan itu Teradu memberikan jawaban, tanggapan, dan
pembelaan secara tertulis dan lisan.
11. Pada tanggal 29 Januari 2016 pukul 08.00 WIB, Majelis Qadha
memanggil dan meminta keterangan Saudara Iskan Qolba Lubis dan Saudara Jazuli
Juwaini sebagai saksi yang diajukan oleh Teradu. Kedua saksi sudah memberikan
keterangannya dalam persidangan tersebut dengan baik.
12. Setelah persidangan mendengarkan saksi-saksi, Majelis Qadha
mengadakan rapat dan memutuskan: (1) FH terbukti melakukan pelanggaran disiplin
organisasi Partai dengan kategori berat; (2) mengabulkan tuntutan BPDO berupa
pemberhentian keanggotan FH sebagai Anggota PKS dalam semua jenjang keanggotaan
Partai. Selanjutnya, hasil putusan tersebut dilaporkan kepada BPDO.
13. BPDO menindak lanjuti putusan Majelis Qadha tersebut. Namun
mengingat keputusannya adalah pemberhentian dari Anggota Partai, maka yang
berhak memutuskan final dan mengikat adalah Majelis Tahkim sebagaimana diatur
dalam AD PKS Pasal 11 ayat (2) huruf d: “Anggota yang melanggar Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Partai lainnya diberhentikan
berdasarkan keputusan dari Majelis Tahkim.” Dan Pedoman Partai No.2 Tahun 2015
Pasal 44 ayat (4) yang berbunyi; “Putusan Majelis Tahkim bersifat final dan
mengikat.” Oleh karena itu BPDO menyampaikan rekomendasi keputusan tersebut
kepada Majelis Tahkim dengan nomor No.01/D/PDO/PKS1437 tertanggal 29 Januari
2016 dengan lampiran satu bundel berkas perkara.
14. Majelis Tahkim dalam AD/ART PKS yang disebut di atas adalah
sebutan untuk Mahkamah Partai sebagaimana diatur dalam UU No.02 Tahun 2011
tentang Partai Politik. Adapun pembentukan Majelis Tahkim dan keanggotaannya
untuk periode kepengurusan 2015-2020 diputuskan pada rapat DPTP pada tanggal 28
Januari 2016. DPP PKS sesuai arahan DPTP melaporkan pembentukan dan susunan
anggota dan pimpinan Majelis Tahkim kepada Kementerian Hukum dan HAM RI pada
tanggal 1 Februari 2016.
15. Pada tanggal 11 Februari 2016, Majelis Tahkim mengadakan rapat
pertama dengan agenda: (1) memeriksa hasil rekomendasi BPDO; (2) memeriksa alat
bukti; (3) membuat jadwal pemanggilan Teradu FH; (4) membuat jadwal
mendengarkan keterangan saksi-saksi dan ahli.
16. Pada tanggal 15 Februari 2016 Majelis Tahkim meminta pendapat
saksi ahli yakni Ustadz Hilmi Aminuddin (Ketua Majelis Syuro periode
sebelumnya) di Lembang terkait kelaziman arahan seorang Ketua Majelis Syuro,
baik lisan atau pun tulisan. Jika sebuah arahan bersifat lisan, apakah dapat
dipahami sebagai arahan pribadi atau Pimpinan Partai.
17. Majelis Tahkim juga meminta kesaksian dari KMS di kantor DPP
PKS pada tanggal 18 Februari 2016 terkait arahan KMS kepada Teradu itu bersifat
pribadi atau lembaga. Dalam kesempatan yang sama, Majelis Tahkim juga meminta
keterangan dari TS untuk meminta keterangan terkait arahan KMS kepada Teradu
apakah bersifat pribadi ataukah lembaga dari sudut pandang AD/ART dan Peraturan
Partai lainnya.
18. Pada tanggal 18 Februari 2016 Majelis Tahkim menyelenggarakan
rapat yang memutuskan untuk memanggil Teradu untuk hadir dalam Sidang Majelis
Tahkim tanggal 22 Februari 2016 yang dimaksudkan agar Teradu dapat melakukan
klarifikasi terhadap masalah yang diadukan atau melakukan pembelaan diri atau
perbaikan dan memberikan keterangan lain yang diperlukan. Karena itu setelah
rapat, Majelis Tahkim mengirim surat kepada Teradu dengan
No.04/D/MT-PKS/V/1437.
19. Pada Sabtu, tanggal 20 Februari 2016 pukul 21.44 WIB Teradu
menyampaikan pesan melalui WA kepada Ketua Majelis Tahkim Hidayat Nur Wahid
(HNW) sebagai berikut: “Syaikh, saya mendengar ada undangan dari antum.
Sebetulnya saya terjadwal kembali Senin sore menjelang malam, sementara
undangan antum senin sore, saya berusaha dipercepat. Tapi jika boleh diundur di
pekan yang sama, gak pa-pa, agar bisa mempersiapkan bahan dan lain-lain.
Demikian, Jazakumulah Khairan. FH.” Pada saat itu, FH sedang melakukan
kunjungan muhibah ke Azerbaijan. Terhadap pesan WA tersebut, pada Ahad 21
Februari 2016 pukul 05.19 WIB, HNW menjawab sebagai berikut; “Walaikumussalam.
Akan saya sampaikan ke forum Majelis tentang kondisi dan usulan Antum ini.
Wafii amanillah.”
20. Pada hari Ahad tanggal 21 Februari 2016 pukul 14.00 WIB, HNW
mendapat informasi dari Mahfudz Abdurahman (Anggota DPTP PKS yang juga Anggota
DPR RI FPKS) bahwa FH dan rombongaan yang melakukan muhibah ke Azerbaijan
kepulangannya dipercepat sebab sudah tidak ada lagi agenda disana, dan saat itu
semua sudah tiba di Indonesia. Artinya dapat disimpulkan bahwa FH sudah ada di
Jakarta dan seharusnya bisa menghadiri panggilan Majelis Tahkim keesokan
harinya Senin 22 Februari 2016.
21. Pada tanggal 22 Februari 2016 sidang pertama Majelis Tahkim
digelar pukul 16.00 WIB sesuai dengan keputusan rapat Majelis Tahkim
sebelumnya, akan tetapi hingga Majelis Tahkim membuka sidangnya pada pukul
16.12 WIB, Teradu tidak hadir di tempat dan tidak ada kabar beritanya. Padahal
menurut berita di media, Teradu dan Pimpinan DPR lainnya sedang ada di istana
negara bersama Presiden RI dan pertemuan tersebut sudah selesai sebelum pukul
15.00 WIB karena pukul 15.00 WIB sudah diselenggarakan konferensi pers oleh
Presiden RI dan Ketua DPR RI.
22. Meskipun Teradu tidak hadir pada sidang Majelis Tahkim pertama
di atas, Majelis Tahkim tetap memutuskan untuk melanjutkan persidangan. Sidang
tersebut juga memutuskan untuk memanggil kembali Teradu agar hadir pada tanggal
25 Februari 2016 pukul 20.00 WIB. Selanjutnya pada hari itu juga Majelis Tahkim
mengirimkan surat panggilan kepada Teradu untuk hadir dalam persidangan kedua
yang akan diselenggarakan pada tanggal 25 Februari 2016.
23. Setelah sidang Majelis Tahkim ditutup, beberapa saat kemudian
sekitar pukul 18.30 WIB datang utusan Teradu dengan membawa surat dari Teradu
yang ditujukan kepada Ketua Majelis Tahkim PKS HNW yang isinya; “Saya
menyampaikan permohonan maaf belum dapat menghadiri persidangan Majelis Tahkim
hari ini (22-02-2016). Saya mohon agar dapat dijadwalkan ulang untuk menyiapkan
bahan.”
24. Dengan penyebutan HNW sebagai Ketua Majelis Tahkim dalam surat
Teradu di atas, menandakan bahwa Teradu mengakui keberadaan Majelis Tahkim PKS.
Namun demikian, dalam isi suratnya Teradu masih mempertanyakan legalitas
pengesahan Majelis Tahkim sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU No.2 Tahun 2011
tentang Partai Politik. Padahal Majelis Tahkim PKS dibentuk secara sah oleh
DPTP PKS berdasarkan AD PKS Pasal 15 Ayat (6) dan Pedoman Partai No.2 Tahun
2015 Pasal 35 Ayat (1) serta merujuk kepada ketentuan UU No.2 tahun 2011
tentang Partai Politik Pasal 32 Ayat (1) s/d (5).
25. Pada tanggal 25 Februari 2016 sekitar pukul 18.00 WIB, Teradu
mengirimkan surat kembali yang isinya menyampaikan bahwa Teradu tidak mau hadir
dalam persidangan kedua Majelis Tahkim yang akan dilaksanakan pada pukul 20.00
WIB di hari tersebut, dengan alasan beberapa tuntutan Teradu tidak dipenuhi
oleh Majelis Tahkim. Majelis Tahkim sudah mempelajari tuntutan Teradu di antara
yang terpenting adalah mempertanyakan apa yang menjadi dakwaan terhadap
dirinya. Majelis Tahkim merujuk kepada pendapat Majelis Qadha sebelumnya yang
menilai tuntutan ini tidak relevan dan dakwaan tersebut sudah dibacakan saat
Sidang Majelis Qadha kedua pada tanggal 28 Januari 2016 dimana Teradu juga
sudah hadir dalam sidang tersebut. Akhirnya Majelis Tahkim tetap menjalankan
proses persidangan kedua pukul 20.00 WIB sampai selesai dengan putusan menerima
seluruh rekomendasi BPDO dan rumusan keputusannya akan dibuat pada Rapat
Majelis Tahkim berikutnya.
26. Pada tanggal 26 Februari 2016 DPP PKS menerima surat dari
Kementerian Hukum dan HAM yang pokok isinya memohon DPP PKS untuk melakukan
penyesuain komposisi Mahkamah Partai (Majelis Tahkim) yang bersifat tetap.
Surat dari Kementerian Hukum dan HAM tersebut merupakan tanggapan atas surat
pemberitahuan DPP PKS mengenai pembentukan dan penyusunan pimpinan dan anggota
Majelis Tahkim yang dikirimkan pada tanggal 1 Februari 2016.
27. Surat dari Kementerian Hukum dan HAM tersebut di atas tidak
membatalkan keputusan DPTP PKS terkait pembentukan Majelis Tahkim beserta
proses persidangan yang telah dilakukan oleh Majelis Tahkim. Oleh karena itu
pada rapat DPTP tanggal 29 Februari 2016, DPTP telah memutuskan untuk
menyesuaikan susunan Majelis Tahkim sebagaimana yang dimohonkan oleh
Kementerian Hukum dan HAM, dan menugaskan DPP PKS untuk segera mengirimkannya
kepada Kementerian Hukum dan HAM. Kemudian, pada tanggal 2 Maret 2016, DPP PKS
mengirimkan surat No.B-36/K/DPP-PKS/1437 kepada Kementerian Hukum dan HAM
perihal penyesuaian susunan pimpinan dan anggota Majelis Tahkim.
28. Pada rapat Majelis Tahkim Tanggal 7 Maret 2016, Majelis Tahkim
memanggil kembali Teradu untuk mengikuti sidang yang ketiga kalinya sebagai
kesempatan terakhir Teradu untuk melakukan pembelaan yang akan diselenggarakan
pada tanggal 11 Maret 2016. Maka pada tanggal 8 Maret 2016, Majelis Tahkim
kembali mengirimkan surat panggilan kepada Teradu untuk hadir dalam sidang
Majelis Tahkim yang ketiga tersebut.
29. Pada tanggal 10 Maret 2016, Teradu mengirimkan surat yang
isinya menolak kembali untuk hadir, meminta seluruh proses persidangan atas
dirinya dihentikan dan bahkan mempertanyakan kembali legalitas Majelis Tahkim.
Menyikapi hal tersebut, Majelis Tahkim menilai bahwa tuntutan Teradu tidak
relavan dan berlebihan. Oleh karena itu Majelis Tahkim tetap melanjutkan proses
persidangan atas Teradu. Maka pada tanggal 11 Maret 2016, Majelis Tahkim
bersidang untuk yang ketiga kalinya tanpa dihadiri oleh Teradu. Ketidakhadiran
Teradu dipandang oleh Majelis Tahkim bahwa Teradu tidak menghormati proses
persidangan Majelis Tahkim dan dengan sengaja tidak menggunakan hak
pembelaannya.
30. Pada sidang ketiga Majelis Tahkim tanggal 11 Maret 2016,
setelah menimbang dan memperhatikan berbagai hal terkait dengan rekomendasi
BPDO atas perkara Teradu dan penyikapan Teradu terhadap proses persidangan Majelis
Tahkim, maka Majelis Tahkim memutuskan melalui putusan No.02/PUT/MT-PKS/2016
menerima rekomendasi BPDO yaitu memberhentikan Saudara FH dari semua jenjang
keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera.
31. Pada tanggal 20 Maret 2016, Majelis Tahkim menyampaikan
putusannya kepada DPTP PKS untuk ditindaklanjuti sebagaimana diatur dalam
AD/ART PKS. Selanjutnya, pada tanggal 23 Maret 2016, DPTP melimpahkan kepada
DPP PKS untuk menindaklanjuti sebagaimana diatur dalam AD/ART PKS.
Jakarta, 4 April 2016
Presiden DPP PKS
Mohamad Sohibul Iman, Ph.D.
Keterangan:
Revisi terakhir: Senin, 4/4/2016 pk. 07.02 wib.
Revisi terakhir: Senin, 4/4/2016 pk. 07.02 wib.
Download
versi PDF di sini
0 komentar:
Posting Komentar