Tadzkirah Ustadz DR Surahman Hidayat
PKS KOTA MAGELANG -- [Oase], Allah Ta’ala berfirman, “Dan apa musibah yang menimpa kamu maka
adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan
sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS Asy Syuraa 30).
Sesungguhnya kasih sayang Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya masih jauh
lebih luas, sehingga Allah memaafkan banyak sekali kesalahan dan dosa
yang telah dilakukan. Oleh karena itu kita jangan meremehkan dosa dan
kesalahan, karena bisa saja Allah menimpakan musibah dan fitnahnya
kepada yang lain. Allah berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari pada
fitnah ( siksaan) yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja
di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.” (QS Al Anfaal 25).
Fitnah tidak hanya menimpa pelaku perbuatan haram dan zhalim saja,
tetapi juga menimpa orang lain. Berkata Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu
terkait dengan tafsir ayat ini, Allah memerintahkan orang beriman untuk
tidak mengakui kemungkaran yang terjadi di tengah mereka, kalau mereka
mengakui, maka Allah akan meratakan adzab-Nya. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mengadzab
masyarakat umum dengan amal keburukan yang dilakukan orang tertentu
(khusus), sehingga ketika mereka melihat kemungkaran diantara mereka,
dan mereka tidak mengingkari kemungkaran tersebut padahal mampu. Jika
mereka melakukan itu, maka Allah menyiksa masyarakat umum dan khusus.” (Al Musnad Ahmad 4/192)
Para pimpinan, pejabat publik dan kader dakwah hendaknya tetap
menjaga ‘iffah (kehormatan diri) dan menjauhi hal-hal yang menimbulkan
fitnah dalam bermuamalah terhadap harta, wanita, tempat kegiatan dan
kedudukan. Allah Ta’ala berfirman, ”Dan orang-orang yang tidak
memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan
(orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS Al Furqaan
72).
Dalam Tafsir Ibnu Katsir 6/130 disebutkan, bahwa di antara sifat ibadurrahman adalah orang-orang yang memiliki sifat sebagaimana ayat ini. Di antara makna az-zuur
adalah syirik dan menyembah berhala, yang lain berpendapat yaitu dusta,
fasik, main-main dan batil. Berkata Muhammad bin Hanafiyah, maknanya
adalah main-main dan nyanyian. Berkata Abul ’Aliyah, Thawus, Muhammad
bin Sirin, Ad-Dhahak, Rabi bin Anas dan lainnya yaitu hari rayanya orang
musyrik. Berkata Amru bin Qois yaitu majelis yang buruk dan kotor.
Berkata Malik dari Az-Zuhri, yaitu minum khamr, mereka tidak
menghadirinya dan tidak suka sebagaimana disebutkan dalam hadits, “Siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka jangan duduk di tempat yang disana diedarkan minuman keras.” (HR at-Tirmidzi).
Dan menurut Ibnu Katsir bahwa pendapat yang nyata dari alur ayat ini adalah tidak menghadiri az-zuur,
oleh karena itu diteruskan dengan rangkaian ayat berikutnya:
وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا jika terpaksa harus lewat/hadir, maka mereka lewat/hadir dan tidak melakukan az-zuur tersebut. Dari Ibrahim bin Maisarah bahwa Ibnu Mas’ud melewati tempat lahwu/permainan, beliau berpaling (tidak berhenti) maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ”Ibnu Mas’ud telah melalui pagi hari dan sore hari secara mulia (menjaga kehormatan).”(HR Ibnu Asakir).
وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا jika terpaksa harus lewat/hadir, maka mereka lewat/hadir dan tidak melakukan az-zuur tersebut. Dari Ibrahim bin Maisarah bahwa Ibnu Mas’ud melewati tempat lahwu/permainan, beliau berpaling (tidak berhenti) maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ”Ibnu Mas’ud telah melalui pagi hari dan sore hari secara mulia (menjaga kehormatan).”(HR Ibnu Asakir).
Supaya kita senantiasa terjaga dari fitnah, maka kita harus menjaga kehormatan (hifzhul muru‟ah), waspada terhadap syubuhat (ittiqaus syubuhat) dan menjauhi hal yang haram (ijtinabul muharramat).
RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi contoh yang baik bagi
kita, agar tidak terjadi fitnah, maka Rasulullah saw menjelaskan bahwa
beliau sedang bersama istrinya (bukan perempuan lain).
Diriwayatkan oleh Shafiyah binti Huyay berkata, ”Suatu hari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang beri’tikaf. Aku
mengunjunginya malam hari, berbicara dan aku bangun untuk pergi.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ikut bangun mengantarkanku.
Sedang Shafiyah tinggal di rumah Usamah bin Zaid. Maka lewatlah dua
Shahabat Anshar, ketika keduanya melihat Rasulullah, maka keduanya
segera pergi. Maka Rasulullah bersabda, ”Tunggu! Ini adalah Shafiyah
binti Huyay (istri Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam).” Keduanya
berkata, ”Subhanallah, ya Rasulullah.” Rasul bertakbir dan bersabda,
“Sesungguhnya syetan mengalir pada anak adam seperti aliran darah, dan
saya takut muncul pada kedua hati kalian keburukan.” (HR Bukhari dalam Adab Al Mufrad dan Muslim )
Islam mengajarkan kepada kita akhlak yang mulia yaitu muruah (menjaga harga diri), supaya terhindar dari fitnah.
Para pimpinan, pejabat publik dan para kader dakwah juga harus
berhati-hati pada harta yang syubhat dan tidak jelas, mereka harus
mewaspadai harta syubhat. Sebab ketika mendekati tempat larangan, maka
akan mudah jatuh pada sesuatu yang dilarang Allah.
Dari An Nu’man bin Basyir berkata, saya mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, bersabda, “Sesungguhnya yang
halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan di antara keduanya adalah
sesuatu yang syubhat, sebagian manusia tidak mengetahuinya. Siapa yang
menghindarkan diri dari syubhat, maka dia telah menjaga agama dan
kehormatannya. Siapa yang jatuh pada yang syubhat, maka jatuh pada yang
haram…” (Muttafaqun ‘alaihi).
Ittiqaus syubuhat (menghindarkan diri dari syubuhat) merupakan prinsip yang harus dipegang oleh kita. Disebutkan dalam Risalah Ta’lim, tentang kewajiban da’i, poin 34 dan 35:
- Hendaknya Anda menjauhi teman-teman yang buruk dan rusak, tempat-tempat maksiat dan dosa.
- Hendaknya Anda menghindari tempat-tempat hiburan, jangan mendekatinya dan menjauhi fenomena kemewahan dan berlebihan.
Dari penjelasan tersebut, kami memberikan pengingat kepada pimpinan, pejabat publik dan kader dakwah, sebagai berikut:
- Hendaknya dalam muamalah maliyah, baik berusaha, menerima dana maupun menyalurkan dananya wajib memastikan terpenuhinya tiga prinsip; aman syar`i, aman yuridis dan aman citra (3A).
- Hendaknya menjaga iffah, muruah, menjauhi syubhat dan meninggalkan yang haram dalam setiap muamalah (perkataan, perbutan dan tindakan).
- Hendaknya menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan fitnah dan kerusakan, seperti berteman dengan teman yang buruk, memperlihatkan gaya hidup mewah, mendekati tempat hiburan dan kemaksiatan.
Demikianlah, para pemimpin, pejabat publik dan kader dakwah harus
mewaspadai segala bentuk fitnah dan dosa. Dan setiap masalah yang dapat
mengarah pada fitnah, dosa dan kerusakan, maka harus segera diselesaikan
dan dicari akar masalahnya, jangan sampai fitnah mengarah pada yang
lebih besar lagi yang pada gilirannya akan mengurangi keberkahan dan
merusak dakwah, jamaah dan umat secara keseluruhan.
Sorang da’i berkata, ”Aku khawatir, bencana yang menimpa kaum
muslimin dikarenakan dosa-dosa yang telah kulakukan. Sebab aku tahu
persis dosa-dosaku!” [DSP DPP PKS]
0 komentar:
Posting Komentar