Cahyadi Takariawan
MENIKAH adalah bagian dari ibadah kepada Allah, untuk
itu harus dilandasi niat yang suci. Dalam perjalanan mengarungi
kehidupan berumah tangga, menjaga keikhlasan niat adalah sebuah
keharusan. Motivasi suci ini akan menjadi landasan yang kokoh untuk
menciptakan keharmonisan kehidupan berumah tangga sehingga tidak mudah
oleng oleh karena adanya badai yang menerpa.
Semua orang menghendaki keluarga yang bahagia. Namun kadang tidak
mengetahui bagaimana mendatangkan kebahagiaan di dalam rumah tangga,
bahkan banyak yang salah dalam memahami makna kebahagiaan. Sebagian
orang mengira bahagia itu hanya terkait dengan urusan materi
semata-mata, sehingga mereka berusaha sekuat tenaga menghadirkan materi
sebanyak mungkin untuk membahagiakan keluarga.
Padahal, bahagia itu bukan hanya persoalan material. Kebahagiaan
didapatkan dari kondisi spiritual yang kuat, dilengkapi dengan kecukupan
material. Bukan hanya itu, namun kebahagiaan harus diraih dengan relasi
timbal balik yang positif, antara suami dengan isteri, antara orang tua
dengan anak, antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya, serta
interaksi positif dengan tetangga dan masyarakat sekitarnya.
Untuk menghadirkan kebahagiaan dalam rumah tangga, paling tidak diperlukan enam langkah penguat sebagai berikut:
1. Visi yang Kuat
Visi adalah pernyataan luhur atas cita-cita yang ingin dicapai dalam
kehidupan berumah tangga. Pada awalnya, masing-masing pihak sebelum
menikah memiliki visi tersendiri mengenai keluarga. Namun setelah
menikah, harus melebur menjadi satu visi bersama. Setiap keluarga harus
mensepakati visi untuk menjadi panduan dalam mengarungi bahtera
kehidupan.
Langkah pertama, keluarga harus merumuskan visi bersama. “Hendak dibawa
kemana keluarga kita?” itulah pertanyaan tentang visi. Suami, isteri
dan anak-anak harus memiliki kesamaan visi keluarga, sehingga mereka
bisa berjalan bersama menuju tercapainya visi yang ditetapkan. Visi yang
kuat akan mengarahkan bahtera keluarga menuju pulau harapan. Visi yang
kuat akan menjaga keluarga untuk selalu “on the track”, tidak menyimpang
dari cita-cita.
2. Pembagian Peran
Langkah kedua, suami dan isteri harus memiliki pembagian peran yang
berkeadilan. Relasi suami dan isteri bukanlah majikan dengan bawahan,
bukan bos dengan karyawan, namun relasi hati, perasaan, jiwa dan
pikiran. Relasi sebagai mitra, sebagai sahabat, sebagai penguat, sebagai
pelindung, yang saling melengkapi, saling membantu, saling memahami,
saling menjaga, saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, suami dan isteri harus berbagi peran agar semua bisa
tertunaikan dengan optimal. Amanah di dalam rumah bisa diselesaikan
dengan sempurna, demikian pula amanah di luar rumah dapat ditunaikan
dengan optimal. Tidak boleh ada satu pihak, suami atau isteri, yang
terzalimi karena semua peran dan semua beban menumpuk pada dirinya. Ia
menjadi superbody yang harus melakukan semuanya sendirian, sementara
pasangannya hanya bersantai dan bermalasan, atau hanya bersenang-senang
dan jalan-jalan.
3. Komunikasi Efektif
Langkah ketiga adalah komunikasi efektif. Banyak problem dalam
kehidupan rumah tangga yang bermula dari kegagalan berkomunikasi. Suami
tidak bisa bicara dengan isteri secara nyaman, demikian pula sebaliknya.
Akhirnya mereka menyimpan persoalan diam-diam dan suatu saat meledak
menjadi petaka yang bisa merusak keharmonisan keluarga.
Corak komunikasi antara suami dan isteri dipengaruhi oleh banyak
faktor. Kebiasaan-kebiasaan yang berkembang di masyarakat secara turun
temurun, telah membentuk kultur dan akan mempengaruhi corak komunikasi
seseorang. Misalnya, ada perbedaan corak komunikasi antara orang Jawa,
dengan orang Sunda, dengan orang Bugis, dengan orang Batak, dengan orang
Madura, dengan orang Dayak, dengan orang Minahasa, dengan orang suku
Dani Papua, dengan orang Amerika, dengan orang Jerman, dan lain
sebagainya. Masing-masing mereka memiliki kebiasaan yang berbeda di
dalam tradisi kesehariannya. Namun itu bisa berubah karena interaksi di
perkotaan yang multikultur.
Demikian juga, corak komunikasi bisa dipengaruhi oleh sudut pandang
“laki-laki dan perempuan”. Ada karakter yang tidak sama antara rata-rata
lelaki dan perempuan dalam berkomunikasi dan mengungkapkan pendapat.
Apabila senjang komunikasi telah dirasakan dan tidak ada upaya
penyelesaian yang kongkret, akan bisa berkepanjangan menjadi problem
yang lebih sulit terpecahkan. Rumah tangga tak ubahnya neraka bagi para
penghuninya, dan tak memberikan kontribusi kebaikan bagi semua.
4. Mengelola Konflik
Langkah keempat adalah mengelola konflik. Konflik adalah bumbu-bumbu
kehidupan rumah tangga. Demikianlah ungkapan banyak kalangan masyarakat.
Konflik itu sesuatu yang tidak bisa dihindari. Yang bisa dilakukan
adalah mengelola konflik dengan tepat sehingga tidak menimbulkan efek
negatif atau dampak yang merusak. Demikian pula dalam kehidupan rumah
tangga.
Milikilah kesepakatan dengan pasangan, bagaimana langkah keluar dari
konflik. Ini prinsip “sedia payung sebelum hujan”. Kesepakatan antara
suami dan isteri ini sangat penting dibuat di saat suasana nyaman dan
tidak ada konflik. Buat “road map” atau “plan” bagaimana langkah untuk
keluar dari konflik. Setiap pasangan akan memiliki karakter yang berbeda
dalam pembuatan langkah ini.
Saat berada dalam konflik, bicaralah dalam suasana yang enak dan
nyaman. Jangan berbicara dalam suasana emosional. Jangan sekali-kali
mengambil keputusan dalam suasana emosional. Jangan turuti ego anda.
Tenanglah, sabarlah. Badai pasti berlalu.
5. Mendidik Generasi
Langkah kelima adalah mendidik generasi. Hal yang sangat penting dan
fundamental dalam kehidupan berumah tangga adalah kemampuan mendidik
generasi. Betapa banyak orang tua yang sedih dan merana karena
menyaksikan anak-anak mereka yang tumbuh menjadi nakal dan jahat.
Anak-anak yang tidak mengetahui balas budi, bahkan lebih banyak
memalukan nama baik keluarga. Akhirnya orang tua tercoreng nama baiknya,
dan menjadikan mereka menanggung beban malu di tengah masyarakat.
Ini menunjukkan kabahagiaan tidak akan sempurna apabila tidak disertai
dengan kemampuan mendidik anak menjadi salih dan salihah. Dalam hal
apakah anak dibiasakan dari kecil dalam rumah tangga, akan sangat
menentukan kehidupannya di masa depan. Oleh karena itu, pendidikan nilai
harus dimulai dan bertumpu di dalam rumah tangga. Orang tua tidak boleh
menitipkan semua proses pendidikan ke lembaga-lembaga pendidikan begitu
saja dan merasa telah lepas tanggung jawab.
Justru orang tua yang harus memberikan warna dan nilai pada anak-anak
sehingga mereka memiliki orientasi yang lurus dan benar dalam kehidupan.
Dengan demikian kelak mereka akan menjadi anak yang berbakti kepada
orang tua, masyarakat, bangsa dan negara. Mereka akan menjadi anak-anak
yang berguna, yang mengharumkan nama keluarga, masyarakat dan bangsanya.
6. Interaksi Sosial
Langkah keenam adalah memiliki peran dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan. Kita tidak bisa hidup sendiri, dan tidak akan bisa
bahagia tanpa orang lain. Di antara faktor yang mendukung terciptanya
kebahagiaan adalah apabila memiliki interaksi sosial yang positif di
tengah masyarakat. Dengan cara ini, kita akan menjadi orang yang
memiliki makna di tengah kehidupan masyarakat, dan bisa menyalurkan
berbagai potensi positif yang kita miliki.
Sebagus apapun kondisi rumah tangga anda, akan bisa hilang apabila anda
dimusuhi atau dibenci oleh semua tetangga. Oleh karena itu, diperlukan
interaksi sosial yang positif yang membuat keluarga anda diterima di
lingkungan tetangga dan dalam pergaulan kemasyarakatan.
Selamat menikmati kebahagiaan dalam rumah tangga.
--------------Sumber : berita99.com
0 komentar:
Posting Komentar