" Bersama PKS )|( , Membangun Magelang, Menuju Indonesia yang Adil dan Sejahtera, dengan : Cinta, Kerja, Harmoni "
Home » » Enam Langkah Hadirkan Kebahagiaan Keluarga

Enam Langkah Hadirkan Kebahagiaan Keluarga

Written By PKS KOTA MAGELANG on Kamis, 06 Desember 2012 | 6.12.12


Cahyadi Takariawan

MENIKAH adalah bagian dari ibadah kepada Allah, untuk itu harus dilandasi niat yang suci. Dalam perjalanan mengarungi kehidupan berumah tangga, menjaga keikhlasan niat adalah sebuah keharusan. Motivasi suci ini akan menjadi landasan yang kokoh untuk menciptakan keharmonisan kehidupan berumah tangga sehingga tidak mudah oleng oleh karena adanya badai yang menerpa.

Semua orang menghendaki keluarga yang bahagia. Namun kadang tidak mengetahui bagaimana mendatangkan kebahagiaan di dalam rumah tangga, bahkan banyak yang salah dalam memahami makna kebahagiaan. Sebagian orang mengira bahagia itu hanya terkait dengan urusan materi semata-mata, sehingga mereka berusaha sekuat tenaga menghadirkan materi sebanyak mungkin untuk membahagiakan keluarga.


Padahal, bahagia itu bukan hanya persoalan material. Kebahagiaan didapatkan dari kondisi spiritual yang kuat, dilengkapi dengan kecukupan material. Bukan hanya itu, namun kebahagiaan harus diraih dengan relasi timbal balik yang positif, antara suami dengan isteri, antara orang tua dengan anak, antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya, serta interaksi positif dengan tetangga dan masyarakat sekitarnya.

Untuk menghadirkan kebahagiaan dalam rumah tangga, paling tidak diperlukan enam langkah penguat sebagai berikut:

1. Visi yang Kuat

Visi adalah pernyataan luhur atas cita-cita yang ingin dicapai dalam kehidupan berumah tangga. Pada awalnya, masing-masing pihak sebelum menikah memiliki visi tersendiri mengenai keluarga. Namun setelah menikah, harus melebur menjadi satu visi bersama. Setiap keluarga harus mensepakati visi untuk menjadi panduan dalam mengarungi bahtera kehidupan.

Langkah pertama, keluarga harus merumuskan visi bersama. “Hendak dibawa kemana keluarga kita?” itulah pertanyaan tentang visi. Suami, isteri dan anak-anak harus memiliki kesamaan visi keluarga, sehingga mereka bisa berjalan bersama menuju tercapainya visi yang ditetapkan. Visi yang kuat akan mengarahkan bahtera keluarga menuju pulau harapan. Visi yang kuat akan menjaga keluarga untuk selalu “on the track”, tidak menyimpang dari cita-cita.

2. Pembagian Peran

Langkah kedua, suami dan isteri harus memiliki pembagian peran yang berkeadilan. Relasi suami dan isteri bukanlah majikan dengan bawahan, bukan bos dengan karyawan, namun relasi hati, perasaan, jiwa dan pikiran. Relasi sebagai mitra, sebagai sahabat, sebagai penguat, sebagai pelindung, yang saling melengkapi, saling membantu, saling memahami, saling menjaga, saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

Oleh karena itu, suami dan isteri harus berbagi peran agar semua bisa tertunaikan dengan optimal. Amanah di dalam rumah bisa diselesaikan dengan sempurna, demikian pula amanah di luar rumah dapat ditunaikan dengan optimal. Tidak boleh ada satu pihak, suami atau isteri, yang terzalimi karena semua peran dan semua beban menumpuk pada dirinya. Ia menjadi superbody yang harus melakukan semuanya sendirian, sementara pasangannya hanya bersantai dan bermalasan, atau hanya bersenang-senang dan jalan-jalan.

3. Komunikasi Efektif

Langkah ketiga adalah komunikasi efektif. Banyak problem dalam kehidupan rumah tangga yang bermula dari kegagalan berkomunikasi. Suami tidak bisa bicara dengan isteri secara nyaman, demikian pula sebaliknya. Akhirnya mereka menyimpan persoalan diam-diam dan suatu saat meledak menjadi petaka yang bisa merusak keharmonisan keluarga.

Corak komunikasi antara suami dan isteri dipengaruhi oleh banyak faktor. Kebiasaan-kebiasaan yang berkembang di masyarakat secara turun temurun, telah membentuk kultur dan akan mempengaruhi corak komunikasi seseorang. Misalnya, ada perbedaan corak komunikasi antara orang Jawa, dengan orang Sunda, dengan orang Bugis, dengan orang Batak, dengan orang Madura, dengan orang Dayak, dengan orang Minahasa, dengan orang suku Dani Papua, dengan orang Amerika, dengan orang Jerman, dan lain sebagainya. Masing-masing mereka memiliki kebiasaan yang berbeda di dalam tradisi kesehariannya. Namun itu bisa berubah karena interaksi di perkotaan yang multikultur.

Demikian juga, corak komunikasi bisa dipengaruhi oleh sudut pandang “laki-laki dan perempuan”. Ada karakter yang tidak sama antara rata-rata lelaki dan perempuan dalam berkomunikasi dan mengungkapkan pendapat. Apabila senjang komunikasi telah dirasakan dan tidak ada upaya penyelesaian yang kongkret, akan bisa berkepanjangan menjadi problem yang lebih sulit terpecahkan. Rumah tangga tak ubahnya neraka bagi para penghuninya, dan tak memberikan kontribusi kebaikan bagi semua.

4. Mengelola Konflik

Langkah keempat adalah mengelola konflik. Konflik adalah bumbu-bumbu kehidupan rumah tangga. Demikianlah ungkapan banyak kalangan masyarakat. Konflik itu sesuatu yang tidak bisa dihindari. Yang bisa dilakukan adalah mengelola konflik dengan tepat sehingga tidak menimbulkan efek negatif atau dampak yang merusak. Demikian pula dalam kehidupan rumah tangga.

Milikilah kesepakatan dengan pasangan, bagaimana langkah keluar dari konflik.  Ini prinsip “sedia payung sebelum hujan”. Kesepakatan antara suami dan isteri ini sangat penting dibuat di saat suasana nyaman dan tidak ada konflik. Buat “road map” atau “plan” bagaimana langkah untuk keluar dari konflik. Setiap pasangan akan memiliki karakter yang berbeda dalam pembuatan langkah ini.

Saat berada dalam konflik, bicaralah dalam suasana yang enak dan nyaman. Jangan berbicara dalam suasana emosional. Jangan sekali-kali mengambil keputusan dalam suasana emosional. Jangan turuti ego anda. Tenanglah, sabarlah. Badai pasti berlalu.

5. Mendidik Generasi

Langkah kelima adalah mendidik generasi. Hal yang sangat penting dan fundamental dalam kehidupan berumah tangga adalah kemampuan mendidik generasi. Betapa banyak orang tua yang sedih dan merana karena menyaksikan anak-anak mereka yang tumbuh menjadi nakal dan jahat. Anak-anak yang tidak mengetahui balas budi, bahkan lebih banyak memalukan nama baik keluarga. Akhirnya orang tua tercoreng nama baiknya, dan menjadikan mereka menanggung beban malu di tengah masyarakat.

Ini menunjukkan kabahagiaan tidak akan sempurna apabila tidak disertai dengan kemampuan mendidik anak menjadi salih dan salihah. Dalam hal apakah anak dibiasakan dari kecil dalam rumah tangga, akan sangat menentukan kehidupannya di masa depan. Oleh karena itu, pendidikan nilai harus dimulai dan bertumpu di dalam rumah tangga. Orang tua tidak boleh menitipkan semua proses pendidikan ke lembaga-lembaga pendidikan begitu saja dan merasa telah lepas tanggung jawab.

Justru orang tua yang harus memberikan warna dan nilai pada anak-anak sehingga mereka memiliki orientasi yang lurus dan benar dalam kehidupan. Dengan demikian kelak mereka akan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, masyarakat, bangsa dan negara. Mereka akan menjadi anak-anak yang berguna, yang mengharumkan nama keluarga, masyarakat dan bangsanya.

6. Interaksi Sosial

Langkah keenam adalah memiliki peran dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Kita tidak bisa hidup sendiri, dan tidak akan bisa bahagia tanpa orang lain. Di antara faktor yang mendukung terciptanya kebahagiaan adalah apabila memiliki interaksi sosial yang positif  di tengah masyarakat. Dengan cara ini, kita akan menjadi orang yang memiliki makna di tengah kehidupan masyarakat, dan bisa menyalurkan berbagai potensi positif yang kita miliki.

Sebagus apapun kondisi rumah tangga anda, akan bisa hilang apabila anda dimusuhi atau dibenci oleh semua tetangga. Oleh karena itu, diperlukan interaksi sosial yang positif yang membuat keluarga anda diterima di lingkungan tetangga dan dalam pergaulan kemasyarakatan.

Selamat menikmati kebahagiaan dalam rumah tangga.
--------------
Sumber : berita99.com


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Template Created : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2012. PKS KOTA MAGELANG - All Rights Reserved
ReDesign by PKS KOTA MAGELANG
Powered by Blogger